TEORI
PUBLIC RELATIONS
(
Situasional Theory Of The Publics )

Dosen
: Rachmat Kriyantono, Ph.D.
Oleh :
Andea
Yuandiestya (
155120201111010 )
Inez
Maulana Cahya Werdhi ( 155120207111015 )
JURUSAN ILMU
KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
2017
Makalah
ini berisi mengenai teori public
relations, yaitu Situasional Theory Of The Public atau teori tentang
publik. Situasional Theory Of The Public bermanfaat untuk mengindentifikasi
publik sehingga dapat membuat kategori publik berdasarkan perilaku komunikasi
dari individu dan efek komunikasi yang diterima individu. Teori ini membantu public relations untuk membuat target
sasaran yang lebih spesifik, sehingga pesan komunikasinya benar-benar sesuai
dengan kebutuhan sasarannya itu. Menurut James E. Grunig pengagas teori ini
menggunakan istilah publics dengan s
(jamak) untuk merujuk kepada kelompok yang menjadi sasaran program public relations, antara lain jurnalis,
karyawan, investor, konsumen, pemerintah atau komunitas lokal. Teori
situasional membantu menjelaskan mengapa sekelompok orang aktif pada isu tertentu,
yang lainnya aktif dalam banyak isu sementara yang lain bersikap apatis (Lattimore,
2010). Menurut ( Heath, 2005( dikutip di Kriyantono, 2014) bahwa teori STP
bersifat situasional karena masalah atau isu datang dan pergi dan menimpa hanya
pada orang-orang yang mengalami situasi problematik terkait aktivitas
organisasi.
Di
dalam makalah ini juga disertai contoh kasus yang berkaitan dengan Situasional Theory Of The Publics berikut
adalah deskripsi singkat kejadian, pesawat Air
Asia yang membawa 155 penumpang tersebut lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya
pada pukul 05.35, menuju Changi Airport, Singapura. Pesawat terbang dengan
ketinggian 32.000 kaki dan dijadwalkan tiba di Singapura pada pukul 08.36 waktu
setempat. Pada pukul 06.01 WIB, pilot mendeteksi adanya gangguan melalui tanda
peringatan. Gangguan tersebut terjadi pada sistem rudder travel limiter (RTL) yang terletak di bagian ekor
pesawat. Selanjutnya, gangguan yang sama muncul pada pukul 06.09 sehingga pilot
melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sama. Kemudian, gangguan pada
bagian yang sama dan tanda peringatan yang serupa terjadi kembali empat menit
setelah gangguan kedua. Soerjanto mengatakan, gangguan keempat tersebut pernah
terjadi dan dialami pilot QZ8501 pada 25 Desember 2014 di Bandara Juanda. Kemudian
pesawat berguling sejauh 6 derajat per detik. Padahal, normalnya pesawat
berbelok hanya sebesar 2 atau 3 derajat per detik. Hal itu akibat adanya
kerusakan pada RTL yang merupakan salah satu alat pengendali kemudi pesawat.
Setelah sembilan detik tidak ada kemudi, badan pesawat berguling sejauh 54
derajat. Kemudian, pesawat yang berguling
relatif bisa dikendalikan setelah ada input yang membuat pesawat kembali ke posisi
normal. Publik berasumsi bahwa penyabab jatuhnya pesawat karena cuaca buruk
tetapi jatuhnya pesawat tersebut tidak disebabkan oleh hal itu.
Berikut adalah penjelasan mengenai situasional theory of the publics, tipe-tipe
publik, teori situasional theory of the
public dalam praktik dan penelitian public
relations, variabel perilaku komunikasi dan persepsi situasional, studi
kasus, deskripsi kasus, permasalahan dan rekomendasi.
Situasional Theory Of The Publics
Teori ini
menjelaskan tentang bagaimana dan kapan seseorang memiliki ekspektasi (harapan)
yang kuat untuk terlibat dalam kelompok isu-isu organisasi (Grunig & Hunt). Teori ini dapat digunakan praktisi public relations untuk mengidentifikasi
dan mengelompokkan publik berdasarkan persepsi, sikap, dab perilaku publik
terhadap organisasi, baik terhadap programnya, produk, maupun ketika terjadi
situasi krisis. Secara umum teori ini menyatakan bahwa publik memiliki
pengetahuan (knowledge) atau
kesadaran (awareness) , sikap, dan
perilaku tertentu terhadap organisasi (Kriyantono, 2014, h.152).
A.
Menurut Grunig (1979:741), teori situasional of the publics (STP) mempunyai beberapa asumsi
dasar, yaitu :
Ø Persepsi
seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan dia merespons, mengapa dia
merespons, bagaimana cara dia merespons dan mengkomunikasikan situasi tersebut.
Ø Individu
yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten
Ø Setiap
individu akan berusaha beradaptasi dengan suatu situasi dalam cara tertentu
Ø Publik yang
bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi. Untuk isu tertentu
seseorang secara aktif mencari informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih
pasif, hal ini tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya.
Ø Karena
bersifat situasional, masalah atau isu bersifat dinamis, maka publik pun
bersifat dinamis.
Menurut Grunig dan Hunt berteori bahwa publik meliputi
mereka yang secara aktif mencari dan memproses informasi tentang organisasi
atau satu isu yang menarik. Ada tiga variabel yang sangat berpengaruh ketika
publik menerima dan memproses informasi yang terkait sebuah isu, yaitu :
1.
Pengenalan Masalah : Dimana publik berhadapan dengan sebuah isu,
pertama kali harus menyadari dan mengenali potensi dampaknya terhadap mereka,
contonya orang tua yang memiliki anak usia sekolah akan lebih memperhatikan isu
terkait fasilitas sekolah yang kurang baik ketimbang isu regulasi untuk
pembayar pajak yang tidak memiliki anak
2.
Pengenalan Kendala : Variabel ini menjelaskan
bagaimana publik mempersepsi kendala yang mungkin mereka temui saat mencari
solusi terhadap sebuah masalah. Jika mereka yakin bahwa mereka memiliki
kemampuan dalam mempengaruhi sebuah isu, maka mereka cenderung akan mencari dan
memproses isu tersebut.
3.
Tingkat Keterlibata : Variabel ini mengacu pada seberapa jauh
seseorang individu peduli dengan sebuah isu. Mereka yang sangat peduli mungkin
akan menjadi komunikator aktif terkait isu tersebut. Sebaliknya, mereka yang
tidak terlalu peduli mungkin akan pasif dalam mencari dan memproses informasi.
A. Tipe-tipe Publik
Grunig
mengartikan “publik” sebagai kelompok khusus yang anggota-anggotanya mempunyai
alasan yang sama untuk tertarik dalam aktivitas dan perilaku organisasi. Publik
lahir ketika organisasi membuat keputusan yang mempunyai konsekuensi bagi
orang-orang yang ada di dalam maupun di luar organisasi yang tidak terlibat
dalam pembuatan keputusan itu. Disisi lain “stakeholder”
diartikan sebagai ketegori umum untuk orang-orang yang langsung terpengaruh
oleh konsekuensi aktual atau potensial dari suatu strategi atau keputusan
organisasi. Stakeholder secara umum yaitu fokus dari program-program public relations seperti employee relations, community relations,
consumer relations atau goverment relations. Grunig membangun teori ini
berdasarkan ide dari Dewey tentang evolusi perkembangan publik. Menurut Dewey,
publik mengalami perkembangan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek muncul
masalah, aspek kesadaran akan masalah, dan aspek bentuk-bentuk respons terhadap
masalah itu. Ada tiga macam tipe publik (Grunig, 1979) :
a. Publik
tersembunyi (latent public) adalah
sekelompok orang yang sebenarnya mempunyai permasalahan yang sama, tetapi tidak
dapat mengidentifikasi atau menyadari permasalahan itu sehingga mereka tidak
memberikan respons.
b. Publik
teridentifikasi (aware public) adalah
bentuk perkembangan dari latent public, yaitu jika kelompok itu
kemudian menyadari dan dapat mengidentifikasi suatu permasalahan (isu) maka
kelompok itu berkembang menjadi “aware
public”. Pada tahap ini “kecenderungan untuk komplain, protes, atau
mendukung sudah mulai mucul” (Mackey, 2009:55)
c. Publik aktif
(active public) adalah sekelompok
orang yang mendiskusikan dan merespons permasalahan itu dengan mengeluarkan
opini atau melakukan aksi-aksi tertentu. Menurut Mackey (2009:55) teori ini
juga “mengidentifikasi seseorang, disebut bukan publik organisasi (nonpublik)
jika dia merasa tidak khawatir dengan aktivitas organisasi”.
B. Situasional Theory Of The Public Dalam Praktik dan
Penelitian Public Relations
Public
relations menurut Grunig&Repper (2008:138), “seharusnya memperhatikan semua
anggota stakeholder-nya tetapi juga
berkomitmen untuk menggunakan sumber daya yang tersedia untuk membuat program
komunikasi yang ditujukan kepada publik aktif”. Publik aktif adalah publik yang
lebih dapat mempengaruhi operasional organisasi, karena mereka secara aktif
memperhatikan, mendukung bahkan mengkritisi organisasi. Public relations sebenarnya lebih mudah berkomunikasi dengan publik
aktif, selain karena publik aktif mempunyai motivasi berhunungan dengan
organisasi, juga karena publik aktif mencari informasi secara aktif tentang
organisasi.
Teori ini
membantu praktisi public relations untuk
menjelaskan mengapa ada publik yang bersifat terhadap satu isu, publik yang
bersifat aktif terhadap beberapa isu, dan ada yang bersifat tidak mau tahu.
Praktisi public relations dapat
merencanakan strategi komunikasinya lebih akurat dan efektis jika mengetahui
seberapa aktif publik dalam mencari informasi (Lattimore, dkk., 2007). Teori
STP dapat dijadikan acuan bagi praktisi public
relations untuk bersikap lebih etis dalam kampanyenya. Karena teori ini
membagi publik ke dalam beberapa kategori, sehingga kampanye public relations diharapkan dapat
memengaruhi mereka menjadi aktif.
Public
relations harus menyadari bahwa pengelompokan publik ke dalam perilaku komunikasi
tertentu seperti yang dijelaskan teori STP, sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan osilasi sosial (Grunig,
1979). Pengetahuan terhadap sifat perilaku komunikasi pebliknya, apakah aktif
mencari informasi atau pasif terhadap suatu isu, akan membantu praktisi public relations dalam :
1.
Jika publik mempunyai perilaku aktif, praktisi public
relations dapat menggunakan media yang lebih terspesialis, seperti booklet,
majalah, seminar, newsletter, company-profile atau internet.
2. Merencanakan
strategi komunikasi dalam menyusun (encode)
pesan-pesan komunikasi
3. Menentukan
jenis media komunikasi yang tepat dan sesuai untuk menyebarluaskan pesan
4. Jika publik
aktif mencari informasi, gaya dan kreativitas pesan tidak terlalu penting
karena orang memang dengan keinginan sendiri berupaya mecari dan mendapatkan
informasi sehingga dia akan berupaya memahami pesan yang diperolehnya.
5. Membuat
segmentasi publik berdasarkan perilaku komunikasinya, apakah aktif atau tidak.
6. Sebagai
antisipasi terjadinya masalah yang besar
C.
Variabel
Perilaku Komunikasi dan Persepsi Situasional
Teori ini
menjelaskan persepsi, sikap, serta perilaku komunikasi dari publik, menurut
Grunig (1979) teori ini terdiri dari dua variabel pokok, yaitu variabel
perilaku komunikasi dan variabel persepsi terhadap suatu situasi.
1. Variabel Independen : Persepsi Situasional
Variabel ini
menjelaskan satu atau lebih variabel dependen (perilaku konsumen). Dengan kata
lain variabel persepsi situasional dapat digunakan untuk menjelaskan (1)
kemungkinan perilaku komunikasi yang akan terjadi ; (2) di suatu yang mana pemmrosesan
informasi akan terjadi dan di situasi mana pencarian terjadi ; (3)
mengidentifikasi publik dan (4) mendeskripsikan perilaku komunikasi dari publik
yang sudah diidentifikasi. Menurut Grunig (1979) variabel persepsi situasional
memiliki empat subvariabel, yaitu :
a.
Problem Recognition
Subvariabel
ini mempresentasikan sejauh mana seseorang mengenal atau menyadari bahwa ada
sesuatu yang hilang atau ada sesuatu yang salah (terjadi masalah) dalam situasi
tertentu, sehingga dia lebih mengarahkan perhatian pada situasi tersebut dan
mengidentifikasi seberapa besar masalah itu akan berdampak bagi dirinya. Grunig
& Hunt (1984:150) menyatakan bahwa “individu akan berfikir atau
berkomunikasi tentang suatu isu jika mereka menyadari (mendeteksi) kehadiran isu tersebut”.
b.
Constraint Recognition
Variabel ini
mempresentasikan sejauh mana seseorang memersepsi pembatasan (gangguan) dalan suatu situasi yang mematasi
kebebasannya untuk mengonstruksi perilakunya.
c.
Level of Involvement
Variabel ini
mempresentasikan sejauh mana seseorang mengaitkan dirinya dengan objek di dalam
situasi. Jika seseorang mempersepsi dirinya sebagai bagian yang terlibat dalam
suatu situasi, isu. Atau masalah tertentu, dia akan semakin perhatian dan akan
aktif mencari informasi tentang situasi, isu atau masalah itu.
d.
Refernt Criterion
Variabel
yang merepresentasikan sikap yang telah dimiliki seseorang yang menjadi dasar
seseorang bertindak dalam suatu situasi. Suatu referent criterion diasumsikan sebagai pedoman atau aturan yang
dipelajari seseorang dari situasi sebelumnya dan dimana dapat digunakan secara
bebas dalam situasi yang baru.
2. Dependen : Perilaku Komunikasi
Teori STP
mendefinisikan perilaku komunikasi sebagai “bagaimana angota publik mempersepsi
situasi dimana mereka dipengaruhi oleh konsekuensi” (Grunig & Hunt,
1984:148). Dalam menghadapi situasi atau permasalahan tertentu, biasanya
seorang individu cenderung mencari informasi yang dapat digunakan atau sesuai
dengan situasi atau permasalahan tersebut.
(Grunig & Hunt, 1984:153) mengombinasikan
variabel problem recognition dan constraint recognition. Kombinasi ini
menghasilkan empat tipe persepsi situasional, yaitu :
v Problem-facing
behaviour (terjadi bila problem
recogniton tinggi-constraint
recognition rendah).
v Constrained
behavior (terjadi bila problem
recognition tinggi- constraint
recognition tinggi).
v Routine behavior (terjadi bila problem recognition rendah – constraint
recognition rendah).
v Fatalistic behavior (terjadi jika problem recognition rendah – constraint
recognition tinggi).
II.
Deskripsi
Kasus
Berikut adalah kronologis jatuhnya pesawat AirAsia
Indonesia QZ8501 yang kami dapatkan dari sumber Kompas.com.


Pada 28
Desember 2014 penerbangan AirAsia Indonesia QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada
pul 05:35 WIB. Setelah bertolak selama 26 menit, tepatnya pukul 06:01 WIB di
ketinggian 32.000 kaki gangguan pertama
terjadi karena RTL mengalami kerusakan dan alarm menyala. Kerusakan di solder
menyababkan listrik yang mengalir ke RTL putus nyambung. Kemudian pilot
mendapatkan petunjuk electronic centralized
air craf monitoring (ECAM) yang muncul di layar. Pilot mematuhi dan
melaksanakan prosedur yang ada. RTL adalah sistem kendali pesawat yang mengatur
sudut derajat belokan dan kecepatan pesawat. Gangguan kedua selang 8
menit kemudian pukul 06:09 WIB terjadi kerusakan yang sama RTL pesawat kembali
mati dan alarm menyala. Pilot melaksanakan perintah yang tertera di layar ECAM
dan pesawat dapat kembali dikendalikan. Gangguan
ketiga kembali muncul 4 menit setelah
gangguan kedua tepat pada pukul 06:13 WIB sehingga pilot melakukan tindakan sesuai
dengan prosedur yang sama dan pesawat kembali normal. Gangguan keempat kali ini, meski bukan RTL yang mati namun master caution tetap menyala. Gangguan
terjadi pada Flight Augmentation Computer
(FAC). Tidak ada aliran listri di FAC yang memberikan aliran listrik ke RTL,
sehingga alat kendali pesawat itupun total tidak berfungsi. Autopilot dan
autothrust pun mati.
Setelah itu kondisi
pesawat diluar kendali pilot, ditambah lagi ada misscommunication antar pilot
dan copilot. Ada perintah yang salah dari pilot kepada copilot “pull down pull
down!” itu yang diucapkan pilot kepada copilot. Padahal pull artinya tarik dan down artinya
turun, seharusnya pilot mengatakan push
down. Akibatnya, pilot dan co-pilot mengalami misscommunication. Selama 2 menit hidung pesawat naik dan
akhirnya hilang kontak pada 06:20 WIB.


|
Gambar 1.2
menunjukkan ditemukannya badan pesawat AirAsia QZ8501 pada pukul 19.12 WIB
setelah melakukan penyelaman selama 12 jam.
![]() |
||||
|
Pada Gambar 1.3
menunjukan ditemukannya kotak hitam pada pesawat yang selama 15 hari telah
dicari. Kotak hitam itu terdiri atas flight
data recorder (FDR) dan cockpit voice
recorder (CVR) untuk dianalisis data-data yang direkam didalamnya.


Pada gambar 1.4 telah di ditemukan oleh BASARNAS
beberapa korban pesawat AirAsia QZ8501 dan langsung di evakuasi untuk
memberikan infomasi kepada keluarga korban.
III.
Permasalahan
Dalam kasus ini menunjukkan bahwa antara pilot dan
co-pilot mengalami misscommunication dan
ada lima faktor lainnya yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat Air Asia
Indonesia QZ 8501 :
1.
Komponen cacat yang terdapat dalam modul elektronik
RTL pesawat, yang menyebabkan pesan peringatan muncul berkali-kali dilayar
co-pilot.
2.
Faktor perawatan pesawat dan analisa di maskapai
Indonesia AirAsia yang dinilai belum optimal, sehingga masalah RTL tersebut
tidak terselesaikan secara sempurna. Indonesia AirAsia menurut KNKT (Komite
Nasional Keselamatan Transportasi) belum memaksimalkan informasi yang di dapat
dari Post Flight Report (PFR),
komputer yang mencatat semua gejala-gejala tidak normal sepanjang penerbangan.
Data PFR biasaya di print out oleh komputer dalam pesawat setelah mendarat.
3.
Faktor ketiga adalah langkah yang diambil awak pesawat
yang tidak bisa mengatasi masalah RTL. Gangguan yang muncul berkali-kali tidak
diselesaikan dengan baik.
4.
Gangguan keempat yang muncul dilakukan dengan metode trouble shooting yang berbeda, inilah
yang menjadi faktor keempat yang berkontribusi.
5.
Faktor kelima dikontribusi oleh awak pesawat yang
tidak bisa melakukan prosedur keluar dari kondisi upset (upset recovery). Hal ini menurut KNKT disebabkan oleh tidak
adanya training upset recovery yang
diberikan oleh perusahaan.
6.
Pada gangguan yang ke empat pilot tidak mengikuti
prosedur (ECAM)
IV.
Analisis
Berdasarkan kasus terjatuhnya pesawat AirAsia QZ8501,
akhirnya pihak AirAsia menindak lanjuti kasus tersebut dengan recovery yang
nyata salah satunya lewat strategi komunikasi yang dilakukan oleh AirAsia
Indonesia demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap AirAsia kedepannya.
AirAsia Indonesia membuat strategi komunikasi melalui media online maupun
offline, yaitu :
1. Selalu
mengkomunikasikan informasi terkini via akun twitter AirAsia dan Tony
Fernandes.
2. AirAsia
Indonesia menyatakan secara resmi kehilangan pesawat QZ8501 lewat tim
komunikasi.
3. Tony Fernandes
dan manajemen AirAsia Indonesia berkomunikasi langsung dengan keluarga
penumpang dan crew pesawat.
4. Mengirim rilis
resmi ke berbagai media terkait insiden.
5. Menggelar
Press Conference di hadapan media.
Kaitannya dengan situasional theory of the publics, dalam kasus jatuhnya
pesawat Air Asia QZ8501 teori ini
membantu public relations untuk
membuat target sasaran yang lebih spesifik sehingga pesan komunikasinya
benar-benar sesuai dengan kebutuhan sasarannya. Berdasarkan teori situasional of the publics pihak
Air Asia sudah tepat dalam menentukan sasaran publiknya. Menurut Grunig (1979:741),
teori situasional of the public (STP)
mempunyai salah satu asumsi dasar, yaitu publik bersifat situasional tergantung
pasa situasi yang dihadapi. Untuk isu-isu tertentu, seseorang secara aktif
mencari informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih pasif. Hal ini
tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya. Jika dilihat
dalam kasus terjatuhnya Air Asia hanya pihak yang bersangkutan saja yang aktif
dalam mencari informasi seputar kasus ini, untuk orang yang tidak bersangkutan
dalam kasus ini maka orang tersebut termasuk dalam golongan pasif.
V.
Rekomendasi
Dengan dijelaskan kasus jatuhnya pesawat Air Asia
QZ8501 dan kaitannya dengan kaitannya dengan teori situasional dapat
disimpulkan bahwa yang telah dilakukan oleh pihak Indonesia Air Asia beberapa
telah sesuai dengan teori situasional. Namun, masih ada tindakan Indonesia Air
Asia yang kurang efektive dalam penyampaian beritanya. Berita yang disampaikan
oleh Indonesia Air Asia hanya terkonsentrasi membuah release perihal pencarian
pesawat, perawatan jenazah, identifikasi, dan publikasi. Seharusnya Air Asia
justru juga fokus pada penanganan dan tanggung jawabnya kepada pihak keluarga
korban. Misalnya, mengenai asuransi. Pihak Air Asia tidak pernah menyinggung
tentang asuransi untuk keluarga korban kecuali ada wartawan yang menanyakan
tentang hal itu. Kemudian tim PR Air Asia seharusnya tetap bekerja serius
sesuai koridor yang ditentukan. Artinya, mereka harus tetap konsisten
mempublikasikan semua hal terkait insiden. Mulai dari isu asuransi,
perkembangan rute, langkah recovery dll. Mereke harus tetap terbuka dan
cooperative dengan media.
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations, Perspektif Barat dan
Lokal . Jakarta: Prenadamedia.
Lattimore, Dan; Baskin, Otis; Heiman,
Suzette T; Toth, Elizabeth L. 2010. Public
Relations: Profesi dan Praktik Edisi
Ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
Wulandari, D. (2014). Lima Strategi Komunikasi AirAsia Hadapi
Insiden Pesawat QZ8501. Diakses pada 11 Maret 2017, dari http://mix.co.id/public-relations/lima-strategi-komunikasi-airasia-hadapi-insiden-pesawat-qz8501
Firdaus, F. (2015). 19 Menit Paling
Kritis Sebelum Pesawat Airasia QZ8501 Jatuh.
Diakses pada 10 Maret 2017, dari http://www.rappler.com/indonesia/114610-menit-akhir-pesawat-airasia-qz8501-jatuh
Nistanto,
K. (2015). Ini Analisis Lengkap Kecelakaan AirAsia QZ8501. Diakses pada 12 Maret
2017, dari http://tekno.kompas.com/read/2015/12/04/08090077/ini.analisis.lengkap.kecelakaan
airasia.qz8501?page=1