Minggu, 12 Maret 2017

Teori PR

TEORI PUBLIC RELATIONS
( Situasional Theory Of The Publics )

Description: C:\Users\User\Downloads\logo.jpg
Dosen : Rachmat Kriyantono, Ph.D.

Oleh :
Andea Yuandiestya                ( 155120201111010 )
Inez Maulana Cahya Werdhi  ( 155120207111015 )



JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017


I.                   Pendahuluan
Makalah ini berisi mengenai teori public relations, yaitu Situasional Theory Of The Public atau teori tentang publik. Situasional Theory Of The Public bermanfaat untuk mengindentifikasi publik sehingga dapat membuat kategori publik berdasarkan perilaku komunikasi dari individu dan efek komunikasi yang diterima individu. Teori ini membantu public relations untuk membuat target sasaran yang lebih spesifik, sehingga pesan komunikasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan sasarannya itu. Menurut James E. Grunig pengagas teori ini menggunakan istilah publics dengan s (jamak) untuk merujuk kepada kelompok yang menjadi sasaran program public relations, antara lain jurnalis, karyawan, investor, konsumen, pemerintah atau komunitas lokal. Teori situasional membantu menjelaskan mengapa sekelompok orang aktif pada isu tertentu, yang lainnya aktif dalam banyak isu sementara yang lain bersikap apatis (Lattimore, 2010). Menurut ( Heath, 2005( dikutip di Kriyantono, 2014) bahwa teori STP bersifat situasional karena masalah atau isu datang dan pergi dan menimpa hanya pada orang-orang yang mengalami situasi problematik terkait aktivitas organisasi.
Di dalam makalah ini juga disertai contoh kasus yang berkaitan dengan Situasional Theory Of The Publics berikut adalah deskripsi singkat kejadian, pesawat Air Asia yang membawa 155 penumpang tersebut lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya pada pukul 05.35, menuju Changi Airport, Singapura. Pesawat terbang dengan ketinggian 32.000 kaki dan dijadwalkan tiba di Singapura pada pukul 08.36 waktu setempat. Pada pukul 06.01 WIB, pilot mendeteksi adanya gangguan melalui tanda peringatan. Gangguan tersebut terjadi pada sistem rudder travel limiter (RTL) yang terletak di bagian ekor pesawat. Selanjutnya, gangguan yang sama muncul pada pukul 06.09 sehingga pilot melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sama. Kemudian, gangguan pada bagian yang sama dan tanda peringatan yang serupa terjadi kembali empat menit setelah gangguan kedua. Soerjanto mengatakan, gangguan keempat tersebut pernah terjadi dan dialami pilot QZ8501 pada 25 Desember 2014 di Bandara Juanda. Kemudian pesawat berguling sejauh 6 derajat per detik. Padahal, normalnya pesawat berbelok hanya sebesar 2 atau 3 derajat per detik. Hal itu akibat adanya kerusakan pada RTL yang merupakan salah satu alat pengendali kemudi pesawat. Setelah sembilan detik tidak ada kemudi, badan pesawat berguling sejauh 54 derajat. Kemudian, pesawat yang berguling relatif bisa dikendalikan setelah ada input yang membuat pesawat kembali ke posisi normal. Publik berasumsi bahwa penyabab jatuhnya pesawat karena cuaca buruk tetapi jatuhnya pesawat tersebut tidak disebabkan oleh hal itu. 
Berikut adalah penjelasan mengenai situasional theory of the publics, tipe-tipe publik, teori situasional theory of the public dalam praktik dan penelitian public relations, variabel perilaku komunikasi dan persepsi situasional, studi kasus, deskripsi kasus, permasalahan dan rekomendasi.
Situasional Theory Of The Publics
Teori ini menjelaskan tentang bagaimana dan kapan seseorang memiliki ekspektasi (harapan) yang kuat untuk terlibat dalam kelompok isu-isu organisasi (Grunig & Hunt). Teori ini dapat digunakan praktisi public relations untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan publik berdasarkan persepsi, sikap, dab perilaku publik terhadap organisasi, baik terhadap programnya, produk, maupun ketika terjadi situasi krisis. Secara umum teori ini menyatakan bahwa publik memiliki pengetahuan (knowledge) atau kesadaran (awareness) , sikap, dan perilaku tertentu terhadap organisasi (Kriyantono, 2014, h.152).
A.    Menurut Grunig (1979:741), teori situasional of the publics (STP) mempunyai beberapa asumsi dasar, yaitu :
Ø  Persepsi seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan dia merespons, mengapa dia merespons, bagaimana cara dia merespons dan mengkomunikasikan situasi tersebut.
Ø  Individu yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten
Ø  Setiap individu akan berusaha beradaptasi dengan suatu situasi dalam cara tertentu
Ø  Publik yang bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi. Untuk isu tertentu seseorang secara aktif mencari informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih pasif, hal ini tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya.
Ø  Karena bersifat situasional, masalah atau isu bersifat dinamis, maka publik pun bersifat dinamis.

Menurut Grunig dan Hunt berteori bahwa publik meliputi mereka yang secara aktif mencari dan memproses informasi tentang organisasi atau satu isu yang menarik. Ada tiga variabel yang sangat berpengaruh ketika publik menerima dan memproses informasi yang terkait sebuah isu, yaitu :

1.      Pengenalan Masalah  : Dimana publik berhadapan dengan sebuah isu, pertama kali harus menyadari dan mengenali potensi dampaknya terhadap mereka, contonya orang tua yang memiliki anak usia sekolah akan lebih memperhatikan isu terkait fasilitas sekolah yang kurang baik ketimbang isu regulasi untuk pembayar pajak yang tidak memiliki anak
2.      Pengenalan Kendala : Variabel ini menjelaskan bagaimana publik mempersepsi kendala yang mungkin mereka temui saat mencari solusi terhadap sebuah masalah. Jika mereka yakin bahwa mereka memiliki kemampuan dalam mempengaruhi sebuah isu, maka mereka cenderung akan mencari dan memproses isu tersebut.
3.      Tingkat Keterlibata  : Variabel ini mengacu pada seberapa jauh seseorang individu peduli dengan sebuah isu. Mereka yang sangat peduli mungkin akan menjadi komunikator aktif terkait isu tersebut. Sebaliknya, mereka yang tidak terlalu peduli mungkin akan pasif dalam mencari dan memproses informasi.

A.    Tipe-tipe Publik
Grunig mengartikan “publik” sebagai kelompok khusus yang anggota-anggotanya mempunyai alasan yang sama untuk tertarik dalam aktivitas dan perilaku organisasi. Publik lahir ketika organisasi membuat keputusan yang mempunyai konsekuensi bagi orang-orang yang ada di dalam maupun di luar organisasi yang tidak terlibat dalam pembuatan keputusan itu. Disisi lain “stakeholder” diartikan sebagai ketegori umum untuk orang-orang yang langsung terpengaruh oleh konsekuensi aktual atau potensial dari suatu strategi atau keputusan organisasi. Stakeholder secara umum yaitu fokus dari program-program public relations seperti employee relations, community relations, consumer relations atau goverment relations. Grunig membangun teori ini berdasarkan ide dari Dewey tentang evolusi perkembangan publik. Menurut Dewey, publik mengalami perkembangan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek muncul masalah, aspek kesadaran akan masalah, dan aspek bentuk-bentuk respons terhadap masalah itu. Ada tiga macam tipe publik (Grunig, 1979) :
a.      Publik tersembunyi (latent public) adalah sekelompok orang yang sebenarnya mempunyai permasalahan yang sama, tetapi tidak dapat mengidentifikasi atau menyadari permasalahan itu sehingga mereka tidak memberikan respons.
b.      Publik teridentifikasi (aware public) adalah bentuk perkembangan  dari latent public, yaitu jika kelompok itu kemudian menyadari dan dapat mengidentifikasi suatu permasalahan (isu) maka kelompok itu berkembang menjadi “aware public”. Pada tahap ini “kecenderungan untuk komplain, protes, atau mendukung sudah mulai mucul” (Mackey, 2009:55)
c.       Publik aktif (active public) adalah sekelompok orang yang mendiskusikan dan merespons permasalahan itu dengan mengeluarkan opini atau melakukan aksi-aksi tertentu. Menurut Mackey (2009:55) teori ini juga “mengidentifikasi seseorang, disebut bukan publik organisasi (nonpublik) jika dia merasa tidak khawatir dengan aktivitas organisasi”.

B.     Situasional Theory Of The Public Dalam Praktik dan Penelitian Public Relations
Public relations menurut Grunig&Repper (2008:138), “seharusnya memperhatikan semua anggota stakeholder-nya tetapi juga berkomitmen untuk menggunakan sumber daya yang tersedia untuk membuat program komunikasi yang ditujukan kepada publik aktif”. Publik aktif adalah publik yang lebih dapat mempengaruhi operasional organisasi, karena mereka secara aktif memperhatikan, mendukung bahkan mengkritisi organisasi. Public relations sebenarnya lebih mudah berkomunikasi dengan publik aktif, selain karena publik aktif mempunyai motivasi berhunungan dengan organisasi, juga karena publik aktif mencari informasi secara aktif tentang organisasi.
Teori ini membantu praktisi public relations untuk menjelaskan mengapa ada publik yang bersifat terhadap satu isu, publik yang bersifat aktif terhadap beberapa isu, dan ada yang bersifat tidak mau tahu. Praktisi public relations dapat merencanakan strategi komunikasinya lebih akurat dan efektis jika mengetahui seberapa aktif publik dalam mencari informasi (Lattimore, dkk., 2007). Teori STP dapat dijadikan acuan bagi praktisi public relations untuk bersikap lebih etis dalam kampanyenya. Karena teori ini membagi publik ke dalam beberapa kategori, sehingga kampanye public relations diharapkan dapat memengaruhi mereka menjadi aktif.
Public relations harus menyadari bahwa pengelompokan publik ke dalam perilaku komunikasi tertentu seperti yang dijelaskan teori STP, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan osilasi sosial (Grunig, 1979). Pengetahuan terhadap sifat perilaku komunikasi pebliknya, apakah aktif mencari informasi atau pasif terhadap suatu isu, akan membantu praktisi public relations dalam :
1.      Jika publik mempunyai perilaku aktif, praktisi public relations dapat menggunakan media yang lebih terspesialis, seperti booklet, majalah, seminar, newsletter, company-profile atau internet.
2.      Merencanakan strategi komunikasi dalam menyusun (encode) pesan-pesan komunikasi
3.      Menentukan jenis media komunikasi yang tepat dan sesuai untuk menyebarluaskan pesan
4.      Jika publik aktif mencari informasi, gaya dan kreativitas pesan tidak terlalu penting karena orang memang dengan keinginan sendiri berupaya mecari dan mendapatkan informasi sehingga dia akan berupaya memahami pesan yang diperolehnya.
5.      Membuat segmentasi publik berdasarkan perilaku komunikasinya, apakah aktif atau tidak.
6.      Sebagai antisipasi terjadinya masalah yang besar

C.     Variabel Perilaku Komunikasi dan Persepsi Situasional
Teori ini menjelaskan persepsi, sikap, serta perilaku komunikasi dari publik, menurut Grunig (1979) teori ini terdiri dari dua variabel pokok, yaitu variabel perilaku komunikasi dan variabel persepsi terhadap suatu situasi.
1.      Variabel Independen : Persepsi Situasional
Variabel ini menjelaskan satu atau lebih variabel dependen (perilaku konsumen). Dengan kata lain variabel persepsi situasional dapat digunakan untuk menjelaskan (1) kemungkinan perilaku komunikasi yang akan terjadi ; (2) di suatu yang mana pemmrosesan informasi akan terjadi dan di situasi mana pencarian terjadi ; (3) mengidentifikasi publik dan (4) mendeskripsikan perilaku komunikasi dari publik yang sudah diidentifikasi. Menurut Grunig (1979) variabel persepsi situasional memiliki empat subvariabel, yaitu :
a.               Problem Recognition
Subvariabel ini mempresentasikan sejauh mana seseorang mengenal atau menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang atau ada sesuatu yang salah (terjadi masalah) dalam situasi tertentu, sehingga dia lebih mengarahkan perhatian pada situasi tersebut dan mengidentifikasi seberapa besar masalah itu akan berdampak bagi dirinya. Grunig & Hunt (1984:150) menyatakan bahwa “individu akan berfikir atau berkomunikasi tentang suatu isu jika mereka menyadari  (mendeteksi) kehadiran isu tersebut”.
b.          Constraint Recognition
Variabel ini mempresentasikan sejauh mana seseorang memersepsi pembatasan  (gangguan) dalan suatu situasi yang mematasi kebebasannya untuk mengonstruksi perilakunya.
c.          Level of Involvement
Variabel ini mempresentasikan sejauh mana seseorang mengaitkan dirinya dengan objek di dalam situasi. Jika seseorang mempersepsi dirinya sebagai bagian yang terlibat dalam suatu situasi, isu. Atau masalah tertentu, dia akan semakin perhatian dan akan aktif mencari informasi tentang situasi, isu atau masalah itu.
d.         Refernt Criterion
Variabel yang merepresentasikan sikap yang telah dimiliki seseorang yang menjadi dasar seseorang bertindak dalam suatu situasi. Suatu referent criterion diasumsikan sebagai pedoman atau aturan yang dipelajari seseorang dari situasi sebelumnya dan dimana dapat digunakan secara bebas dalam situasi yang baru.
2.      Dependen : Perilaku Komunikasi
Teori STP mendefinisikan perilaku komunikasi sebagai “bagaimana angota publik mempersepsi situasi dimana mereka dipengaruhi oleh konsekuensi” (Grunig & Hunt, 1984:148). Dalam menghadapi situasi atau permasalahan tertentu, biasanya seorang individu cenderung mencari informasi yang dapat digunakan atau sesuai dengan situasi atau permasalahan tersebut.
(Grunig & Hunt, 1984:153) mengombinasikan variabel problem recognition dan constraint recognition. Kombinasi ini menghasilkan empat tipe persepsi situasional, yaitu :
v  Problem-facing behaviour (terjadi bila problem recogniton tinggi-constraint recognition  rendah).
v  Constrained behavior (terjadi bila problem recognition tinggi- constraint recognition tinggi).
v  Routine behavior (terjadi bila problem recognition rendah – constraint recognition rendah).
v  Fatalistic behavior (terjadi jika problem recognition rendah – constraint recognition tinggi).

II.                Deskripsi Kasus
Berikut adalah kronologis jatuhnya pesawat AirAsia Indonesia QZ8501 yang kami dapatkan dari sumber Kompas.com.
Text Box: Gambar 1.1 Kompas.com Description: E:\8.png











 Pada 28 Desember 2014 penerbangan AirAsia Indonesia QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada pul 05:35 WIB. Setelah bertolak selama 26 menit, tepatnya pukul 06:01 WIB di ketinggian 32.000 kaki gangguan pertama terjadi karena RTL mengalami kerusakan dan alarm menyala. Kerusakan di solder menyababkan listrik yang mengalir ke RTL putus nyambung. Kemudian pilot mendapatkan petunjuk electronic centralized air craf monitoring (ECAM) yang muncul di layar. Pilot mematuhi dan melaksanakan prosedur yang ada. RTL adalah sistem kendali pesawat yang mengatur sudut derajat belokan dan kecepatan pesawat. Gangguan kedua  selang 8 menit kemudian pukul 06:09 WIB terjadi kerusakan yang sama RTL pesawat kembali mati dan alarm menyala. Pilot melaksanakan perintah yang tertera di layar ECAM dan pesawat dapat kembali dikendalikan. Gangguan ketiga kembali muncul 4 menit setelah gangguan kedua tepat pada pukul 06:13 WIB  sehingga pilot melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sama dan pesawat kembali normal. Gangguan keempat kali ini, meski bukan RTL yang mati namun master caution tetap menyala. Gangguan terjadi pada Flight Augmentation Computer (FAC). Tidak ada aliran listri di FAC yang memberikan aliran listrik ke RTL, sehingga alat kendali pesawat itupun total tidak berfungsi. Autopilot dan autothrust pun mati.

Setelah itu kondisi pesawat diluar kendali pilot, ditambah lagi ada misscommunication antar pilot dan copilot. Ada perintah yang salah dari pilot kepada copilot “pull down pull down!” itu yang diucapkan pilot kepada copilot. Padahal pull artinya tarik dan down artinya turun, seharusnya pilot mengatakan push down. Akibatnya, pilot dan co-pilot mengalami misscommunication.  Selama 2 menit hidung pesawat naik dan akhirnya hilang kontak pada 06:20 WIB.
Text Box: Gambar 1.2 Kompas.com Description: E:\7.png






 
 








Gambar 1.2 menunjukkan ditemukannya badan pesawat AirAsia QZ8501 pada pukul 19.12 WIB setelah melakukan penyelaman selama 12 jam.







Description: E:\4.png

Gambar 1.3. Kompas.com
 
 













Pada Gambar 1.3 menunjukan ditemukannya kotak hitam pada pesawat yang selama 15 hari telah dicari. Kotak hitam itu terdiri atas flight data recorder (FDR) dan cockpit voice recorder (CVR) untuk dianalisis data-data yang direkam didalamnya.



Text Box: Gambar 1.4. Kompas.com Description: E:\9.jpg








Pada gambar 1.4 telah di ditemukan oleh BASARNAS beberapa korban pesawat AirAsia QZ8501 dan langsung di evakuasi untuk memberikan infomasi kepada keluarga korban.


III.             Permasalahan
Dalam kasus ini menunjukkan bahwa antara pilot dan co-pilot mengalami misscommunication dan ada lima faktor lainnya yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat Air Asia Indonesia QZ 8501 :
1.      Komponen cacat yang terdapat dalam modul elektronik RTL pesawat, yang menyebabkan pesan peringatan muncul berkali-kali dilayar co-pilot.
2.      Faktor perawatan pesawat dan analisa di maskapai Indonesia AirAsia yang dinilai belum optimal, sehingga masalah RTL tersebut tidak terselesaikan secara sempurna. Indonesia AirAsia menurut KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) belum memaksimalkan informasi yang di dapat dari Post Flight Report (PFR), komputer yang mencatat semua gejala-gejala tidak normal sepanjang penerbangan. Data PFR biasaya di print out oleh komputer dalam pesawat setelah mendarat.
3.      Faktor ketiga adalah langkah yang diambil awak pesawat yang tidak bisa mengatasi masalah RTL. Gangguan yang muncul berkali-kali tidak diselesaikan dengan baik.
4.      Gangguan keempat yang muncul dilakukan dengan metode trouble shooting yang berbeda, inilah yang menjadi faktor keempat yang berkontribusi.
5.      Faktor kelima dikontribusi oleh awak pesawat yang tidak bisa melakukan prosedur keluar dari kondisi upset (upset recovery). Hal ini menurut KNKT disebabkan oleh tidak adanya training upset recovery yang diberikan oleh perusahaan.
6.      Pada gangguan yang ke empat pilot tidak mengikuti prosedur (ECAM)

IV.             Analisis
Berdasarkan kasus terjatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, akhirnya pihak AirAsia menindak lanjuti kasus tersebut dengan recovery yang nyata salah satunya lewat strategi komunikasi yang dilakukan oleh AirAsia Indonesia demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap AirAsia kedepannya. AirAsia Indonesia membuat strategi komunikasi melalui media online maupun offline, yaitu :
1.      Selalu mengkomunikasikan informasi terkini via akun twitter AirAsia dan Tony Fernandes.
2.      AirAsia Indonesia menyatakan secara resmi kehilangan pesawat QZ8501 lewat tim komunikasi.
3.      Tony Fernandes dan manajemen AirAsia Indonesia berkomunikasi langsung dengan keluarga penumpang dan crew pesawat.
4.       Mengirim rilis resmi ke berbagai media terkait insiden.
5.      Menggelar Press Conference di hadapan media.
Kaitannya dengan situasional theory of the publics, dalam kasus jatuhnya pesawat  Air Asia QZ8501 teori ini membantu public relations untuk membuat target sasaran yang lebih spesifik sehingga pesan komunikasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan sasarannya. Berdasarkan teori situasional of the publics pihak Air Asia sudah tepat dalam menentukan sasaran publiknya. Menurut Grunig (1979:741), teori situasional of the public (STP) mempunyai salah satu asumsi dasar, yaitu publik bersifat situasional tergantung pasa situasi yang dihadapi. Untuk isu-isu tertentu, seseorang secara aktif mencari informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih pasif. Hal ini tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya. Jika dilihat dalam kasus terjatuhnya Air Asia hanya pihak yang bersangkutan saja yang aktif dalam mencari informasi seputar kasus ini, untuk orang yang tidak bersangkutan dalam kasus ini maka orang tersebut termasuk dalam golongan pasif.

V.                Rekomendasi
Dengan dijelaskan kasus jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 dan kaitannya dengan kaitannya dengan teori situasional dapat disimpulkan bahwa yang telah dilakukan oleh pihak Indonesia Air Asia beberapa telah sesuai dengan teori situasional. Namun, masih ada tindakan Indonesia Air Asia yang kurang efektive dalam penyampaian beritanya. Berita yang disampaikan oleh Indonesia Air Asia hanya terkonsentrasi membuah release perihal pencarian pesawat, perawatan jenazah, identifikasi, dan publikasi. Seharusnya Air Asia justru juga fokus pada penanganan dan tanggung jawabnya kepada pihak keluarga korban. Misalnya, mengenai asuransi. Pihak Air Asia tidak pernah menyinggung tentang asuransi untuk keluarga korban kecuali ada wartawan yang menanyakan tentang hal itu. Kemudian tim PR Air Asia seharusnya tetap bekerja serius sesuai koridor yang ditentukan. Artinya, mereka harus tetap konsisten mempublikasikan semua hal terkait insiden. Mulai dari isu asuransi, perkembangan rute, langkah recovery dll. Mereke harus tetap terbuka dan cooperative dengan media.


Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations, Perspektif Barat dan Lokal . Jakarta:     Prenadamedia.
Lattimore, Dan; Baskin, Otis; Heiman, Suzette T; Toth, Elizabeth L. 2010. Public Relations:  Profesi dan Praktik Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
Wulandari, D. (2014). Lima Strategi Komunikasi AirAsia Hadapi Insiden Pesawat QZ8501. Diakses pada 11 Maret 2017, dari http://mix.co.id/public-relations/lima-strategi-komunikasi-airasia-hadapi-insiden-pesawat-qz8501
Firdaus, F. (2015). 19 Menit Paling Kritis Sebelum Pesawat Airasia QZ8501 Jatuh.  Diakses pada 10 Maret 2017, dari http://www.rappler.com/indonesia/114610-menit-akhir-pesawat-airasia-qz8501-jatuh
Nistanto, K. (2015). Ini Analisis Lengkap Kecelakaan AirAsia QZ8501. Diakses pada 12 Maret 2017, dari  http://tekno.kompas.com/read/2015/12/04/08090077/ini.analisis.lengkap.kecelakaan airasia.qz8501?page=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar