Nama : Inas Maulana Cahya Werdhi
NIM : 155120207111015
Kelas : A.KOM 4
Resume
Berikut adalah resume mengenai
teori-teori public relations, yaitu Teori Sistem, Boundary Spanning,
Relationship Management Theory, Matematichal of information, Uncertainty
reduction, Excellence Theory in PR, stakeholder theory, Situasional theory of
the publics, Motivasion & style of management, structuration.
TEORI SISTEM
Sistem merupakan dasar kehidupan
manusia, teori ini memfokuskan perhatian
untuk memahami bagaimana kualitas fungsi yang dijalankan setiap sistem
dalam suatu relasi dinamis dengan sistem-sistem lainnya. Teori sistem menjelaskan
esensi dasar kehidupan. Teori sistem diadopsi dari biologi yang digagas oleh
Ludwig von Bertalanffy pada 1940-1950. Bertalanffy mengatakan pentingnya saling
keterhunungan antara semua elemen tubuh. Teori sistem menurut Heath (2009)
berguna untuk memahami proses public relations, tetapi teori ini tidak fokus
membahas pesan yang secara strategis dab etis diperlukan dalam proses
penyesuaian dengan lingkungan, sehingga informasi dapat mengalir dan relasi
terjadi dalam keseimbangan.
A. Komunikasi
sebagai perekat sistem
Sebagai
suatu sistem, organisasi memiliki karakteristik yang dimiliki setiap sistem
sosial, yaitu:
a.
Keseluruhan dan saling bergantungan (Wholeness and Interdependence) àOrganisasi
adalah satu kesatuan yang saling berhubungan dan ketergantungan. Jika salah
satu sistem tidak berfungsi dengan baik maka sistem-sistem yang lain akan
terganggu.
b. Hierarki (Hierarchy) Suatu Sistem terdiri suatu sistem yang lebih
besar (sub sub sistem dan suprasistem). Dalam organisasi yaitu sistem yang
terdiri dari beberapa subsistem seperti: departemen public relations,
marketing, keuangan, human resources. Masing masing departemen terdiri dari
suprasistem seperti department public relations adalah supra dari eksternal
relations, dan internal relations.
c. Peraturan sendiri dan control (Self regulation
and control) à Aktivitas sistem diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu
(sistem mengatur perilakunya dalam mencapai tujuan tersebut.) wujudnya berupa
peraturan berupa SOP (standars operational procedures). Seperti contoh,
departemen public relations mempunyai aturan mengenai membuat press release,
membuat konferensi pers.
d.
Pertukaran dengan lingkungan (Interchange with the environment) à sistem
berinteraksi dengan lingkungan nya atau saling mempengaruhi satu sama lain.
Adanya input dan output dari hasil interaksi komunikasi.
e. Keseimbangan (balance) à keseimbangan akan
dapat dicapai jika suatu system berfungsi dengan baik. Sistem yang berfungsi
dengan baik disebut homeostatis atau ekuilibrum. Kondisi ekuilibrium bagi
organisasi berart isetiap susbsistem (departemen dan staf) melaksanakan tugas
dan fungsinya dengan baik untuk mendukung eksistensi organisasi secara
keseluruhan.
f. Perubahan dan kemampuan adaptasi (change
and adaptability) à untuk mencapai keseimbangan, system harus memiliki kemampuan
dalam menyesuakian sistem terhadap lingkungan. Seperti contoh, mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen, perubahan daya kritis
konsumen.
g.
Sama tujuan (Equifinality) sistem
memiliki tujuan yang sama dalam mewujudkan bentuk visi misi yang mengarahkan
perilaku setiap anggota sistem. (Kriyantono, 2014)
B. Public relations
sebagai subsistem dalam organisasi
Teori sistem sangat mewarnai proses public
relations, definisi public relations sebagai “management of communication between an organization and its publics” yang
didasarkan pendekataan teori sistem atas public relations yang dapat membantu
manajemen dalam mengelola komunikasi untuk mendukung interaksi antara
organisasi dan publiknya. Definisi ini berangkat dari asumsi organisasi adalah
suatu sistem yang saling berhubungan dengan sistem lainnya diluar dirinya.
Dalam definisi Grunig & Hunt tidak memfokuskan kepada jenis aktivitas yang
dilakukan oleh public relations, efek dari aktivitas public relations misalnya
PR harus mempunyai tanggung jawan etis dalam aktivitasnya.
C. Peran
public relations dalam menjalin hubungan
Menurut (Lattimore, dkk. (2007 dikutip
di Kriyantono, 2014) terdapat dua peran yang dilakukan secara terus menerus
oleh praktisi public relations untuk menjalin hubungan yang seimbang, yaitu:
1. Peran teknis:
Hal-hal yang menyangkut pekerjaan teknis seperti menulis, press release,
membuat newslatter, fotografi, produksi audiovisual, dan menggelar event.
2. Peran manajerial: Aktivitas yang
berhubungan dengan identifikasi dan memecahkan suatu masalah.
BOUNDARY SPANNING
Aktivitas
“boundary-spanning” merupakan ciri dan sifat organisasi yang menerapkan sistem
terbuka. Sistem terbuka sendiri adalah sistem yang membuka diri untuk proses
tukar-menukar informasi dan sumber daya dengan lingkungannya. Dalam sebuah
organisasi boundary spanning merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan informasi tentang organisasi kepada publik. Muhammad (2005, h. 128)
menjelaskan bahwa boundary spanning adalah “tingkatan dimana para anggota tim
melakukan komunikasi dengan pihak luar tim”. Pada sebuah organisasi, “pihak
luar tim” berarti publik di luar struktur organisasi. Kegiatan ini dilakukan
agar tidak terjadi salah paham antara organisasi dengan publik mengenai isu-isu
yang tengah beredar mengenai organisasi. Dalam pendekatan teori sistem,
terjadinya beberapa kasus seperti contoh tersebut dapat disebabkan oleh :
ü Tersumbatnya
saluran komunikasi
ü PR
gagal memosisikan sebagai “dominant-coalition”
ü Hubungan
media yang kurang baik
Aktivitas
public relations dalam penerapan fungsi boundary spanning menurut Kriyantono
(2014) :
1.
Menjelaskan informasi tentang organisasinya kepada publik (lingkungannya).
Praktisi public relations harus menginterpretasi filosofi, kebijakan, program,
dan apa yang dipikirkan manajemen agar dapat dimengerti oleh publiknya.
Informasi ini merupakan input bagi publik. Selanjutnya, praktisi public
relations menyeleksi, menerima, dan menyampaikan informasi dari publik kepada
organisasi. Ini adalah umpan balik dan merupakan input bagi organisasi.
2.
Memonitor lingkungan sehingga mengetahui apa yang terjadi dan menginterpretasi
isu-isu yang potensial memengaruhi aktivitas organisasi dan membantu manajemen
merespons isu-isu tersebut melalui aktivitas isu manajemen. Di sini praktisi
public relations bertindak sebagai mitra manajemen untuk mengidentifikasi dan
memecahkan permasalahan yang mungkin muncul. 3. Membangun sistem komunikasi dua
arah dengan publiknya agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Praktisi public relations merupakan seorang fasilitator komunikasi.
Boundary
spanning merupakan ciri-cir dari sifat organisasi yang menerapkan sistem
terbuka. Sistem terbuka yaitu sistem yang membuka untuk proses tukar-menukar
informasi dan sumber daya dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat Heath
(2005), setiap organisasi yang mempunyai sifat terbuka akan merasa sangat
bergantung pada organisasi atau kelompok lainnya di lingkungannya. Mengacu pada
pemikiran Bertalanffy bahwa setiap organisme selalu bersaing dengan lingkungan
dan tidak dapat mengisolasi diri, maka sebenarnya tidak ada organisasi yang
benar-benar bersistem tertutup. Berdasarkan teori sistem dapat dirumuskan suatu
hipotesis bahwa jika lingkungan semakin mudah berubah-ubah dan tidak stabil.
Maka organisasi perlu memberikan keluasan dan fleksibelitas kerja pada
departemen public relations nya untuk beradaptasi.
RELATIONSHIP MANAGEMENT
THEORY
Teori
ini merupakan teori penting dari public relations, karena terkait dengan fungsi
dasar public relations, yaitu aktivitas komunikasi yang menguhubungkan
organisasi dan public (Kriyantono, 2014). Pada teori ini titik focus membahas
proses memanajemen relasi antara organisasi dan publiknya, internal maupun
eksternal, karenanya teori ini juga dikenal sebagai pusat atau inti public
relations (Ledingham, 2005; Botan & Hazleton, 2006 dikutip di
Kriyantono,2014).
Teori
ini juga dikenal sebagai teori organization-public relationship (OPR), karena
dalam praktik public relations , komunikasi ditunjukan untuk menjaga keuntungan
yang bisa dirasajab para peserta komuunikasi, organisasi, dan public, yaitu ada
suatu keseimbangan kepentingan antara keduanya. (Ledingham, 2003 & 2005;
Phillips, 2006; Waters, 2008 dikutip di Kriyantono,2014). Terdapat beberapa
definisi Teori Relationship Management menurut para ahli:
ü John
Ledingham (2005, dikutip di Kriyantono, 2014, h. 277) mendefinisikan OPR
sebagai “situasi yang terjadi di antara organisasi dan publiknya yang di
dalamnya tindakan kedua pihak dapat berdampak bagi kesejahteraan ekonomi,
sosial, budaya atau politik dari masing-masing pihak.”
ü Gregory
(2005, dikutip di Phillips, 2003, h. 213 & Kriyantono, 2014) menyebutkan
“upaya organisasi membangun relasi dengan publiknya untuk menciptakan relasi
yang positif dalam dua arah (organisasi ke public dan public ke organisasi)
Secara
singkat, teori ini membahas tentang upaya organisasi dalam membangun relasi
yang baik kepada public nya. Karena, dalam aktivitas public relations relasi
merupakan titik focus inti untuk mencapai hasil yang baik. Dalam melaksanakan
proses management, menurut teori relationship management harus berdasarkan
prinsip dasar berikut ini:
1. Focus utama public relations yaitu membangun
relasi.
2. Relasi
yang berhasil jika didasarkan upaya meraih keuntungan bagi kedua pihak,
organisasi dan public.
3. Organization-public relations bersifat dinamis
sehingga sellau berubah setiap saat.
4. Relasi didorong oleh kebutuhan dan keinginan
dari organisasi dan public. Kualitas relasi tergantung pada persepsi terhadap
tingkatan sejauh mana harapan dapat dipenuhi.
5. Manajemen OPR yang efektif akan meningkatkan
pemahaman dan keuntungan bagi organisasi dan publik.
6. Keberhasilan opr diukur berdasarkan kualitas
relasi, bukan produksi dan penyebaran pesan.
7. Komunikasi
yaitu alat strategi memanajemen relasi, tetapi komunikasi tidak dapat menjaga
relasi jangka panjang tanpai diiringi perilaku organisasi.
8. OPR dipengaruhi oleh sejarah relasi, sifat
interaksi, frekuensi pertukaran, dan resiprositas (saling timbal balik).
9. OPR
dapat dikategorisasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu relasi personal
(interaksi personal antara perwakilan organisasi dan anggota publik), relasi
profesional (interaksi yang terjadi karena alasan-alasan keprofesionalan),
relasi komunitas (relasi yang didasarkan persepsi bahwa organisasi mendukung
kepentingan komunitas), baik bersifat simbolis (communication driven) maupun
perilaku (program driven).
10. Penciptaan
relasi dapat terjadi dalam berbagai aspek kajian dan praktik public relations.
(Ledingham, 2005, h. 742-743 dikutip di Kriyantono, 2014).
MATEMATICHAL OF INFORMATION
Informasi
merupakan salah satu unsur dasar proses komunikasi. Tetapi pengertian informasi
yang berlaku dimasyarakat sangat beragam. Dalam interaksi sosial masyarakat
mendefinisikan arti informasi ke dalam dua kelompok, yaitu :
1. Mendefinisikan
informasi sebagai hasil proses komunikasi berupa faktaatau data. Dalam proses
komunikasi, terjadi transfer pesan yang didalamnya terdapat perpindahan
sejumlah fakta dan data yang dapat dipindahkan dari satu titik ke titik yang
lain.
2. Informasi
diartikan sebagai makna data atau simbol atau pesan. Jika pada perngertian di
atas informasi dianggap sebagai kumpulan fakta atau data, maka pada pengertian
kedua ini informasi dianggap berbeda dengan data.
Salah satu
model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan Warren Weaver pada 1949
dalam buku The Mathematical Theory of
Communication. Model yang sering disebut model matematis atau model teori
informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya paling kuat atas model dan
teori komunikasi lainnya (Mulyana,2003). Teori ini mengambarkan proses
komunikasi antarmanusia sebagai proses transmisi yang linier antara komunikator
kepada komunikan (Kriyantono, 2014). Di model ini,
Shannon dan Weaver mengenalkan beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu konsep
gangguan (noise), transmiter, sumber
(source), signal, receiver, destination, entropi, dan informasi. (Kriyantonom
2014).
Menurut
Severin & Tankard (2005, dalam Kriyantono, 2014), konsep informasi sangat
terkait dengan konsep entropi yang ada dalam fisika. Sehingga informasi dalam
teori informasi menurut Sendjaja(1998, dalam Kriyantono, 2014) dapat diartikan
juga sebagai jumlah ketidakpastian yang dapat diukur dengan cara mereduksi
sejumlah alternatif pilihan yang tersedia atau dengan mengurangkannya melalui
pemakaian sejumlah alternatif pilihan yang tersedia.
Upaya public relations sebagai agen informasi juga perlu memperhatikan
bagaiman menyediakan informasi yang berkualitas. Dari Penjelasan Sendjaja
(1998, dalam kriyantono, 2014), dapat disimpulakan bahwa informasi yang
berkualitas yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1.
Mampu mempenuhi aspek kebutuahan
informasi dari publik.
Pada umumnya publik membutuhkan
informasi untuk mengurangi ketidakpastian terhadap tiga hal yaitu :
(i)
tidak pasti terhadap objek atau
lingkungan tertetu.
(ii)
tidak pasti pada hubungan antara satu
alternatif piihan dan alternatif lainnya
(iii)
ketidakpastian pada penilaian.
2.
Informasi berguna jika berguna (usefull), bernilai (valuable), faktual, dapat dipercaya (reliable), ketepatan (precision), dan kebenarannya (truth). Semakin tinggi tingkatan
ciri-ciri di atas, suatu informasi semakin berkualitas.
Jika aliran informasi tidak terkontrol, banyak
bermunculan beragam informasi dengan berbagai versi yang tidak jelas siapa
sumbernya. Informasi saat berpindah dari satu orang ke orang berikutnya akan
mengalami tranformasi (gangguan), baik penambahan atau pengurangan. Mengacu
pada Kriyantono (2014, h. 138), Tranformasi informasi ini disebabkan :
(a) misalnya
karena salah dengar;
(b) perbedaan
persepsi dalam memaknai informasi;
(c) adanya bias kepentingan.
UNCERTAINTY
REDUCTION
Teori
uncertainty reduction menyatakan bahwa hidup ini penuh keraguan yang membuat
ketidakpastian, teori yang menciptakan Charles Berger dan Richard Calabrese
pada 1975 ini menjelaskan bagaimana anda menggunakan komunikasi untuk
mengurangi keragu-raguan, memahami orang lain dn diri anda sendiri. Teori ini
menurut Knobloch (2009) termasuk pionir yang membahas komunikasi interpersonal,
khususnya saat seseorang bertemu pertama kali dengan seseorang yang lain. Komunikasi
merupakan alat untuk mengurangi ketidakpastian, setidaknya ada dua peran
komunikasi, yaitu :
1.
Komunikasi
digunakan untuk mendapatkan informasi tentang lawan bicara
2.
Komunikasi
digunakan untuk membuat prediksi atau penjelasan tentang makna perilaku lawan
bicara
Informasi
dipahami sebagai sesuatu yang dapat mengurangi ketidakpastian akan situasi
tertentu. Informasi dibutuhkan untuk beradaptasi, mengimbangi perilaku orang
lain, dan agar tidak ada salah ucap maupun salah perilaku yang dapat mengganggu
interaksi (Kriyantono, 2014). Berger menyampaikan beberapa cara yang dapat
manusia lakukan untuk mendapatkan informasi. Strategi pasif yang berupa
pengamatan, strategi aktif yang mengharuskan pengamat melakukan sesuatu untuk
mendapat informasi, serta strategi interaktif yang bergantung pada komunikasi
dengan orang lain (Littlejohn & Foss, 2014). Lebih jelasnya, strategi pasif
(social comparison) terjadi saat
manusia hanya mengamati perilaku orang lain dalam beberapa situasi. Strategi
aktif (seeking information) terjadi saat
manusia secara aktif mencari informasi, seperti dengan cara bertanya kepada
orang lain. Strategi interaktif (verbal
interrogative) terjadi saat manusia secara langsung bertanya dengan orang
yang menjadi target komunikan (Berger 1979, dikutip di Flanagin, 2007; Hammer,
dkk., 1998 dalam Kriyantono, 2014).
Saat
manusia mengalami ketidakpastian, manusia akan termotivasi untuk mencari
informasi untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Berger (1979, dikutip di
Hammer, Wiseman, Rasmussen, & Bruschke, 1998: 310; Knobloch, 2009: 997
dalam Kriyantono, 2014) mengemukakan beberapa kondisi yang membuat manusia
melakukan hal tersebut:
1. Anticipation of future
interaction
Manusia yang merasa
akan sering berinteraksi dengan seseorang, akan berusaha mencari informasi tentang
orang tersebut agar setiap kali berinteraksi ia tidak merasa asing.
2. Incentive value
Manusia termotivasi
untuk mencari informasi apabila ia merasa berkomunikasi dengan orang tertentu
menghasilkan keuntungan baginya.
Contoh: Seorang
mahasiswa berkomunikasi dengan dosen pembimbing akademiknya.
3. Deviant behavior
Manusia
mencari informasi mengenai seseorang yang dirasa memiliki perilaku yang tidak
lazim atau tidak normal menurutnya. Apabila bertemu atau berinteraksi dengan
orang yang dianggap aneh, manusia cenderung mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya untuk memahami perilaku tersebut
Teori
Pengurangan Ketidakpastian dalam Praktik Public Relations
Seorang praktisi public relations memiliki kewajiban untuk menjalin hubungan yang
baik antara organisasi dan publiknya. Hubungan baik tersebut dapat menggiring
pada citra positif dan menciptakan reputasi positif terhadap organisasi di mata
publik. Untuk mencapainya, publik harus dalam kondisi kecukupan informasi (well-informed) tentang organisasi.
Artinya, tidak ada kesenjangan informasi antara organisasi dan publiknya, dan
sebaliknya. Informasi dibutuhkan untuk mengurangi kesalahpahaman dan mencegah
salah persepsi. Kesalahpahaman akibat salah persepsi atau kekurangan informasi
merupakan kesalahan mendasar dalam kegiatan komunikasi (primary-breakdown of communication) (Kriyantono, 2014).
EXCELLENCE
THEORY IN PUBLIC RELATIONS
Model ini diperkenalkan oleh James
Grunig dan Hunt dalam buku Managing
Public Relations (1984), keduanya mengidentifikasi empat model yang
diterapkan praktisi public relations dalam menjalin hubungan dengan publik.
Model dari Grunig dan Hunt juga dapat disebut sebagai tipe proses kegiatan
public relations. Deetz
menjelaskan bahwa suatu teori adalah cara melihat dan berpikir tentang dunia
(Litlejohn & Foss, 2008:15, dikutip dalam Kriyantono, 2014). Dari penjelasan
tersebut dapat dikatakan bahwa sebuah teori diciptakan berdasarkan realitas,
sehingga realitas tersebut dapat dijelaskan dan dapat diperkirakan dampak yang
akan ditimbulkannya. Menurut
Grunig & Hunt (1984, h. 25; dikutip di Kriyantono, 2014, h. 90-98) teori
Excellence dalam public relations merupakan pengembangan dari tori situasional
of the public dan 4 model public relations, model-model tersebut diantaranya:
1. Model Press
Agentry / Publisitas
Model ini mempunyai komunikasi satu arah yaitu
Komunikator kepada Komunikan. Komunikator tidak terlalu mengharapkan umpan
balik yang datang. Model ini bertujuan
dalam melakukan suatu ajakan atau
promosi yang menguntungkanperusahaan atau instansi. Ciri dari model ini adalah mencari cara agar
khalayak atau
publik lebih tertarik dengan informasi-informasi yang
diberikan oleh perusahaan yang bersangkutan.
2. Model
Public Information
Dalam
model ini public
relations membangun kepercayaan publik melalui komunikasi satu
arah dengan memberikan informasi kepada public, tetapi todak mementingkan
persuasive untuk mengubah sikap tetapi cenderung memproduksi dan menyebarkan
informasi yang berkaitan dengan organisasinya.
3. Model
Two-Way Asymmetric
Public
Relations dalam praktiknya melalui penyampaian pesannya berdasarkan
hasil riset dan strategi ilmiah (scientific
strategy) untuk berupaya
membujuk publik, agar mau bekerja sama, bersikap dan berpikir sesuai dengan
harapan organisasi.
Agar persuasi tersebut berjalan dengan baik diperlukan pemahaman terhadap sikap
dan karakteristik publik.
4. Model
Two-Way Symmetric
Model Simetris Dua Arah,merupakan cara ampuh dalam meningkatkan citra
positif perusahaan terhadap publik. Model ini berbeda dengan model asimetris yang lebih pada masyarakat menyesuaikan diri pada perusahaan
namun di model ini organisasi dan publik
saling menyesuaikan diri satu
sama lain. Fokus
menggunakan metode penelitian dan teknik
komunikasi untuk mengelola konfik dan memperbaiki pemahaman publik secara
terencana (Grunig 1992, h.18).
STAKEHOLDER
THEORY
Teori stkeholder memberikan pengetahuan
teoritis dasar bagi praktisi public relations untuk memahami bagaimana
individu, kelompok, dan organisasi eksternal memengaruhi aktivitas organisasi
tempat dia bekerja. Teori ini dikembangkan oleh Edwrd Freeman pada 1984, yang
dimaksudkan menawarkan pendekatan pragmatis untuk mendorong organisasi memahami
stakeholder-nya agar dapat mencapai kondisi terbaik-Freeman menyebut kondisi
terbaik ini sebagai “superior performance”. Freeman berpendapat bahwa tanggung
jawab sosial organisasi terkait dengan stakeholder. Hanya dengan melaksanakan
tanggungjawab sosialnya, organisasi tersebut dimungkinkan memperoleh keuntungan
(Freeman, 1984).
SITUASIONAL
THEORY OF THE PUBLICS
Teori ini
menjelaskan tentang bagaimana dan kapan seseorang memiliki ekspektasi (harapan)
yang kuat untuk terlibat dalam kelompok isu-isu organisasi (Grunig & Hunt). Teori ini dapat digunakan praktisi public relations untuk mengidentifikasi
dan mengelompokkan publik berdasarkan persepsi, sikap, dab perilaku publik
terhadap organisasi, baik terhadap programnya, produk, maupun ketika terjadi
situasi krisis. Secara umum teori ini menyatakan bahwa publik memiliki
pengetahuan (knowledge) atau
kesadaran (awareness) , sikap, dan
perilaku tertentu terhadap organisasi (Kriyantono, 2014, h.152).
A.
Menurut Grunig (1979:741), teori situasional of the publics (STP)
mempunyai beberapa asumsi dasar, yaitu :
Ø Persepsi
seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan dia merespons, mengapa dia
merespons, bagaimana cara dia merespons dan mengkomunikasikan situasi tersebut.
Ø Individu
yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten
Ø Setiap
individu akan berusaha beradaptasi dengan suatu situasi dalam cara tertentu
Ø Publik yang
bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi. Untuk isu tertentu
seseorang secara aktif mencari informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih
pasif, hal ini tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya.
Ø Karena
bersifat situasional, masalah atau isu bersifat dinamis, maka publik pun
bersifat dinamis.
Menurut
Grunig dan Hunt berteori bahwa publik meliputi mereka yang secara aktif mencari
dan memproses informasi tentang organisasi atau satu isu yang menarik. Ada tiga
variabel yang sangat berpengaruh ketika publik menerima dan memproses informasi
yang terkait sebuah isu, yaitu :
1.
Pengenalan Masalah : Dimana publik berhadapan dengan sebuah isu,
pertama kali harus menyadari dan mengenali potensi dampaknya terhadap mereka,
contonya orang tua yang memiliki anak usia sekolah akan lebih memperhatikan isu
terkait fasilitas sekolah yang kurang baik ketimbang isu regulasi untuk
pembayar pajak yang tidak memiliki anak
2.
Pengenalan Kendala : Variabel ini
menjelaskan bagaimana publik mempersepsi kendala yang mungkin mereka temui saat
mencari solusi terhadap sebuah masalah. Jika mereka yakin bahwa mereka memiliki
kemampuan dalam mempengaruhi sebuah isu, maka mereka cenderung akan mencari dan
memproses isu tersebut.
3.
Tingkat Keterlibatan : Variabel ini mengacu pada seberapa jauh
seseorang individu peduli dengan sebuah isu. Mereka yang sangat peduli mungkin
akan menjadi komunikator aktif terkait isu tersebut. Sebaliknya, mereka yang
tidak terlalu peduli mungkin akan pasif dalam mencari dan memproses informasi.
A. Tipe-tipe Publik
Grunig
mengartikan “publik” sebagai kelompok khusus yang anggota-anggotanya mempunyai
alasan yang sama untuk tertarik dalam aktivitas dan perilaku organisasi. Publik
lahir ketika organisasi membuat keputusan yang mempunyai konsekuensi bagi
orang-orang yang ada di dalam maupun di luar organisasi yang tidak terlibat
dalam pembuatan keputusan itu. Disisi lain “stakeholder”
diartikan sebagai ketegori umum untuk orang-orang yang langsung terpengaruh
oleh konsekuensi aktual atau potensial dari suatu strategi atau keputusan
organisasi. Stakeholder secara umum yaitu fokus dari program-program public relations seperti employee relations, community relations,
consumer relations atau goverment relations. Grunig membangun teori ini
berdasarkan ide dari Dewey tentang evolusi perkembangan publik. Menurut Dewey,
publik mengalami perkembangan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek muncul masalah,
aspek kesadaran akan masalah, dan aspek bentuk-bentuk respons terhadap masalah
itu. Ada tiga macam tipe publik (Grunig, 1979) :
a. Publik
tersembunyi (latent public) adalah
sekelompok orang yang sebenarnya mempunyai permasalahan yang sama, tetapi tidak
dapat mengidentifikasi atau menyadari permasalahan itu sehingga mereka tidak
memberikan respons.
b. Publik
teridentifikasi (aware public) adalah
bentuk perkembangan dari latent public, yaitu jika kelompok itu
kemudian menyadari dan dapat mengidentifikasi suatu permasalahan (isu) maka
kelompok itu berkembang menjadi “aware
public”. Pada tahap ini “kecenderungan untuk komplain, protes, atau
mendukung sudah mulai mucul” (Mackey, 2009:55)
c. Publik aktif
(active public) adalah sekelompok
orang yang mendiskusikan dan merespons permasalahan itu dengan mengeluarkan
opini atau melakukan aksi-aksi tertentu. Menurut Mackey (2009:55) teori ini
juga “mengidentifikasi seseorang, disebut bukan publik organisasi (nonpublik)
jika dia merasa tidak khawatir dengan aktivitas organisasi”.
Situasional
Theory Of The Public Dalam Praktik dan Penelitian Public Relations
Teori ini
membantu praktisi public relations untuk
menjelaskan mengapa ada publik yang bersifat terhadap satu isu, publik yang
bersifat aktif terhadap beberapa isu, dan ada yang bersifat tidak mau tahu.
Praktisi public relations dapat
merencanakan strategi komunikasinya lebih akurat dan efektis jika mengetahui
seberapa aktif publik dalam mencari informasi (Lattimore, dkk., 2007). Teori
STP dapat dijadikan acuan bagi praktisi public
relations untuk bersikap lebih etis dalam kampanyenya. Karena teori ini
membagi publik ke dalam beberapa kategori, sehingga kampanye public relations diharapkan dapat
memengaruhi mereka menjadi aktif.
Variabel Perilaku Komunikasi dan Persepsi Situasional
1. Variabel Independen : Persepsi
Situasional
Variabel ini
menjelaskan satu atau lebih variabel dependen (perilaku konsumen). Dengan kata
lain variabel persepsi situasional dapat digunakan untuk menjelaskan (1)
kemungkinan perilaku komunikasi yang akan terjadi ; (2) di suatu yang mana
pemmrosesan informasi akan terjadi dan di situasi mana pencarian terjadi ; (3)
mengidentifikasi publik dan (4) mendeskripsikan perilaku komunikasi dari publik
yang sudah diidentifikasi
2. Dependen : Perilaku Komunikasi
Teori STP
mendefinisikan perilaku komunikasi sebagai “bagaimana angota publik mempersepsi
situasi dimana mereka dipengaruhi oleh konsekuensi” (Grunig & Hunt,
1984:148). Dalam menghadapi situasi atau permasalahan tertentu, biasanya
seorang individu cenderung mencari informasi yang dapat digunakan atau sesuai
dengan situasi atau permasalahan tersebut.
MOTIVASION
& STYLE OF MANAGEMENT, STRUCTURATION
Teori
Strukturasi ini digagas oleh Anthony Giddens pada 1984 (Falkheimer, 2007) dan
dibangun berdasarkan teori interaksi sosial. Giddens membangun teori ini
berdasarkan pandangannya bahwa individu mempunyai kemampuan mengubah struktur
sosial. Menurut giddens, individu bebas dalam memilih perilaku komunikasinya
sehingga memengaruhi terciptanya struktur tertentu.
Struktur
dalam sistem sosial seperti norma-norma kelompok, jaringan komunikasi institusi
sosial, ataupun aturan pergaulan memengaruhi perilaku individu dan perilaku
indivdu juga memengaruhi struktur-struktur itu,misalnya dengan membuat aturan
baru. Prosses memproduksi dan mereproduksi struktur disebut strukturasi. Dengan
demikian komunikasi dalam suatu sistem sosial merupakan hasil produksi perilaku
komunikasi individu dan struktur sosial perilaku sosial. Komunikasi dalam suatu
sistem sosial juga terbentuk dari hasil perpaduan perilaku komunikasi individu
dan struktur sosial. Perilaku sosial termasuk perilaku komunikasi sosial, terbangun
dari hasil strukturasi, yaitu proses memproduks dan mereproduksi struktur yang
dilakukan melalui interaksi sosial.
Funsgsi
struktur bagi suatu organisasi (Daiton & Zelley, 2015 : 182 dalam
Kriyantono, 2014 : 236) :
·
Struktur menyediakan
berbagai sarana koordinasi dan kontrol.
·
Struktur membantu
anggota organisasi mendefinisikan identitas mereka di dalam organisasi.
·
Struktur menyediakan
sarana untuk memonitor prestasi kerja.
·
Struktur membantu
organisasi berhubungan dengan lingkungannya
Asumsi
Teori Strukturasi
Berdasarkan pendapat
Giddens (1979), terdapat beberapa asumsi pokok teori strukturasi :
1. Pertama,
manusia adalah actor (agen) yang menentukan pilihan sendiri atas perilakunya.
Menurut Poole & McPhee (2005), manusia sebagai agency ini mempunyai tiga karakteristik, yaitu :
(i) Mempunyai
kemampuan memaknai lingkungan kerjanya kondusif atau penuh konflik.
(ii) Mempunyai
pengetahuan yang berasal dari pengalaman hidupnya
(iii) Manusia
mempunyai kemampuan melakukan refleksi diri
2. Kedua,
organisasi diproduksi dan direproduksi melalui struktur- yaitu penggunaan
aturan dan sumber daya dalam interaksi sosial.
3. Ketiga,
struktur bukanlah entitas fisik, melainkan merupakan seperangkat peraturan dan
sumber daya yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuannya. Peraturan (rule) yaitu seperangkat aturan yang
mengatur langkah-langkah mencapai tujuan yang mesti dilakukan suatu organisasi.
Sumber daya merujuk pada berbagai property
atau peralatan yang digunakan anggota organisasi untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya. Ada dua jenis sumber daya, yaitu :
(i) Authoritative: karakteristik
interpersonal dari anggota organisasi, seperti kohesi sosial, pengalaman,
status sosial yang digunakan selama interaksi.
(ii) Alloctive (material-material
yang membantu pekerjaan, seperti waktu, uang, computer, mesin fotokopi, kertas,
dan mesin print).
4. Keempat,
karena struktur bersifat dinamis, maka struktur dalam organisasi bukan hanya
dibentuk pada awalnya saja, melainkan juga mengalami proses pembentukan
kembali.
5. Kelima,
struktur sering dipinjam dari kelompok yang lebih besar
6. Keenam,
teori strukturasi mengasumsikan bahwa semua interaksi sosial memuat tiga elemen
: pemaknaan, moralitas, dan kekuasaan.
7. Ketujuh,
komunikasi berperan sebagai media interaksi dan juga merupakan hasil interaksi.
Strukturasi dalam
Praktik Public relations
Peran
praktisi public relations yaitu
mengkomodasi dan mengarahkan proses strukturasi agar tidak melenceng dari
tujuan organisasi. Teori strukturasi memandang praktisi public relations sebagai kekuatan komunikasi yang melayani
terjadinya reproduksi dan/atau transformasi suatu ideology dominan dari suatu
organisasi. Jadi, public relations
bukan hanya bertugas mengadaptasikan ideology itu kepada publiknya (Falkheimer,
2007).
Funsgsi struktur bagi
suatu organisasi (Daiton & Zelley, 2015 : 182 dalam Kriyantono, 2014 : 236)
·
Struktur menyediakan
berbagai sarana koordinasi dan kontrol.
·
Struktur membantu
anggota organisasi mendefinisikan identitas mereka di dalam organisasi.
·
Struktur menyediakan
sarana untuk memonitor prestasi kerja.
·
Struktur membantu
organisasi berhubungan dengan lingkungannya.
Berdasarkan
pendapat Giddens (1979), terdapat beberapa asumsi pokok teori strukturasi :
1. Pertama,
manusia adalah actor (agen) yang menentukan pilihan sendiri atas perilakunya.
Menurut Poole & McPhee (2005), manusia sebagai agency ini mempunyai tiga karakteristik, yaitu :
a. Mempunyai
kemampuan memaknai lingkungan kerjanya kondusif atau penuh konflik.
b. Mempunyai
pengetahuan yang berasal dari pengalaman hidupnya
c. Manusia
mempunyai kemampuan melakukan refleksi diri
2. Kedua,
organisasi diproduksi dan direproduksi melalui struktur- yaitu penggunaan
aturan dan sumber daya dalam interaksi sosial.
3. Ketiga,
struktur bukanlah entitas fisik, melainkan merupakan seperangkat peraturan dan
sumber daya yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuannya. Peraturan (rule) yaitu seperangkat aturan yang
mengatur langkah-langkah mencapai tujuan yang mesti dilakukan suatu organisasi.
Sumber daya merujuk pada berbagai property
atau peralatan yang digunakan anggota organisasi untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya. Ada dua jenis sumber daya, yaitu :
a. Authoritative: karakteristik
interpersonal dari anggota organisasi, seperti kohesi sosial, pengalaman,
status sosial yang digunakan selama interaksi.
b. Alloctive (material-material
yang membantu pekerjaan, seperti waktu, uang, computer, mesin fotokopi, kertas,
dan mesin print).
4. Keempat,
karena struktur bersifat dinamis, maka struktur dalam organisasi bukan hanya
dibentuk pada awalnya saja, melainkan juga mengalami proses pembentukan
kembali.
5. Kelima,
struktur sering dipinjam dari kelompok yang lebih besar
6. Keenam,
teori strukturasi mengasumsikan bahwa semua interaksi sosial memuat tiga elemen
: pemaknaan, moralitas, dan kekuasaan.
7. Ketujuh,
komunikasi berperan sebagai media interaksi dan juga merupakan hasil interaksi.
Menurut
teori strukturasi, organisasi, struktur dan agency
hidup dalam konteks ruang dan waktu. Ruang dan waktu merupakan kondisi dasar
bagi sistem sosial dan perilaku sosial. Struktur organisasi diproduksi,
direproduksi, atau ditransformasi melalui proses repetisi oleh perilaku
individu dalam interaksi sosialnya. Kesimpulannya, struktur organisasi dibuat
oleh anggota organisasi dan ditempatkan serta diubah sesuai konteks ruang dan
waktu. “Struktur organisasi adalah media bagi agency sekaligus hasil dari
interaksi agency” (Falkheimer, 2007 :
288 dalam Kriyanton, 2014 : 240). Peran praktisi public relations yaitu menjadi mediator menghubungkan antara
struktur di satu sisi dan agency di
sisi lainnya, sehingga dualitas struktur bisa berjalan harmoni.
Teori Motivasi dan Gaya Manajerial
Teori
motivasi yang menentukan gaya manajerial seorang manajerial ini dikenalkan oleh
Douglas McGregor pada tahun 1967.
Menurut
Quaal & Brown (dalam Kriyantono, 2014: 244) teori X dideskripsikan sebagai
upaya untuk mengelola orang dengan memotivasi mereka sejak awal dengan kekuatan
fisik dan kekuasaan. Asumsi pada teori X bahwa setiap individu pada hakekatnya
tidak menyukai bekerja, tidak memiliki kemauan, hanya membutuhkan motivasi
fisiologis dan rasa aman saja, serta harus diawasi secara ketat dan sering
dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori
yang dikembangkan dari pandangan McGregor oleh Ward L. Quaal dan James A. Brown
pada 1976 memandang proses manajerial sebagai proses relasi dua arah. Quaal
& Brown (dalam Kriyantono, 2014: 246) menjelaskan bahwa proses manajemen
merupakan hubungan antarpersonal yang mengandung makna ada interelasi yang
dinamis dari orang-orang yang terlibat dalam proses pemberian dan
pengaktualisasian perintah dan arahan.
V = (M à
D) (a à
m)
·
Teori
Kesehatan-Motivator
Dikemukakan oleh
Frederick Herzberg pada 1959. Pada teori ini, terdapat dua factor kepuasan dan
ketidakpuasan kerja, yaitu motivator (penghargaan, tanggung jawab, kemajuan
pekerjaan, prestasi kerja, peluang pengembangan diri, dsb) dan pemeliharaan
atau kesehatan (gaji, supervisi, keamanan kerja, kondisi lingkungan kerja,
administrasi, hubungan dengan rekan kerja, dsb).
·
Empat Gaya Manajerial
dari Likert
Teori ini digagas oleh
Rensis Likert pada 1967. Teori ini menjelaskan empat gaya atau sistem
manajerial yang berdasarkan pada suatu analisis atas beberapa variable
manajerial, yaitu motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan,
pengawasan, level tanggung jawab, dan kinerja (Dainton & Zelley, 2005; Pace
& Faules, 2001 dalam Kriyantono, 2014: 247).
Aplikasi Teori Motivasi dalam Praktik Public relations
Sangat
penting bagi praktisi public relations
untuk memahami motivasi karyawan. Maka, tugas public relations antara lain (Kriyantono, 2014: 250-251):
ü Pertama,
memahami apakah kebutuhan itu telah terpenuhi atau belum dan juga kendala dalam
memenuhi kebutuhan tersebut. Public
relations dapat menggunakan saluran informal yakni managing by walking
around (komunikasi antarpersonal dengan secara berkala mengajak ngobrol
karyawan dan mengunjungi karyawan didepartemennya masing-masing).
ü Kedua,
public relations menyampaikan
kebutuhan karyawan itu kepada manajemen karena public relations dapat berfungsi sebagai konsultan (expert
prescriber), yang bertugas memberikan ide-ide dan masukan-masukan kepada
manajemen tentang cara meningkatkan motivasi karyawan.
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2014). Teori public relations, perspektif barat dan
lokal . Jakarta: Prenadamedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar