Nama : Inas Maulana Cahya Werdhi
NIM : 155120207111015
Kelas : A.KOM 4
Review
Berikut
adalah resume jurnal mengenai Developing A Culturally – Relevant Public Relations Theory For Indonesia oleh
Rachmat Kriyantono Universitas Brawijaya.
Developing A
Culturally – Relevant Public Relations
Theory For Indonesia
RACHMAT KRIYANTONO
Universitas Brawijaya
Public
relations sudah didominasi oleh persepktif barat, di Indonesia kebutuhan untuk
mempelajari ilmu komunikasi baru saja
muncul baru-baru ini. Menurut Edward Benays dan Edward Robinson ilmu perilaku
sosial harus diterapkan untuk mengintegrasikan unsur-unsur teoritis dan
praktis. Untuk public relations sendiri baru berkembang pesat seperti sekarang
ditandai dengan sedikitnya teoritis dan praktis.
Dominasi Western Perspektif
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat menganggap bahwa studi komunikasi
sudah diterapkan dan berkembang, pertumbuhan ini sesuai dengan pengetahuan
mengenai fokus bangunan teori yang telah terbatas. Menurut penelitian Dissanayake
(1988) di negara Asia Tenggara mengungkapkan bahwa 71% bahan yang sudah
digunakan dlam kursus pengajaran teori komunikasi adalah negara Amerika.
Dissanayaake (1988) telah menemukan presentase yang jauh lebih tinggi yaitu
78%, selain itu tidak ada ilmuan Asia yang berada di daftar ketika Rogers
(1997) menuliskan sejarah mengenai studi komunikasi, karena semua ilmuan
berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.
Ayish (2003), Dissanayake (2003). Gunaratne (2009), Raharjo (2013) telah
mengemukakan bahwa beberapa negara yang ada di Asia telah menciptakan teori
mengenai komunikasi dari perspektif mereka sendiri, contohnya saja teori Cina
komunikasi, teori India, teori harmony chinese, teori Konghucu, teori kuuki
Jepang dan teori komunikasi Tao. Teori yang dicetuskanoleh negara Asia
berdasarkan Robert ada tujuh tadisi teori komunikasi medan, contohnya saja
retorika dan semotika, filsafat budha dan filsafat Tao pada tradisi sosial
budaya. Teori Asia telah menggabungkan filosofi besar yang berasal dari India dan
China (Gunaratne, 2009) negara tersebut termasuk Timur Tengah Asia, Asia
Tengah, Asia Tenggara dan Rusia Timur. Indonesia adalah termasuk nagara Asia
namun tidak ada teori tunggal yang muncul dari perspektif Indonesia sendiri.
Walaupun teori public relations masih masuk pada norma-norma yang universal,
mereka masik menyesuaikan pada koonteks budaya dan keadaan dari asal darimana
mereka. (Kriyantono, 2015)
Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri, dan memiliki banyak suku,
dua contoh kearifan lokal Indonesia, pertama Indonesia menakankan harmoni dalam
makrokosmos (panggilan Indonesia jagad gedhe) dan mikrokosmos (jagad cilik)
untuk menempatkan iman dalam mengikuti dalam kebenaran. Agama adalah saluran
untuk mencapai keharmonisan, yaitu agama ageming aji (agama adalah saluran
untuk mencapai kebahagiaan sejati).
Para peneliti Indonesia sering menggunakan lensa tunggal untuk
mempelajarifenomena hubungan masyarakat bahkan dalam konteks Indonesia. Pada
dominasi perspektif barat disebabkan oleh lima faktor, pertama keterlambatan
pendidikan pribumi Indonesia karena penjajahan selama berabad-abad sekitar 350
tahun dan sudah memebrikan pengaruh kolonisasi yang mendalam. Kolonisasi telah
mempengaruhi pola pikir dengan memberlakukan kerangka barat pada mereka
terjadi. (Achmad, 2012)
Kearifan lokal yang sudah menjadi tradisi untuk membimbing kehidupan
masyarakat karena sudah dibangun dari integrasi dari nilai-nilai budaya
masyarakat. Contohnya saja yang sudah ada Minangkabau, etnis, kearifanlokal
lain Indonesia yang menunjukkan bahwa laki-laki harus berjalan untuk mencapai
keberhasilannya. Perilaku ini didorong oleh budaya matrilineal dan sistem
kepercayaan tentang melakukan hal-hal baik yang berarti bagi masyarakat
seseorang. Sistem kepercayaan diwakili oleh pepatah Iduik bajaso, mati bapusako
(artinya: hidup untuk rendering layanan, mati untuk memiliki pusaka.
Metode
Teori tentang memproduksi sebuah
teori public relations budaya yang
relevan untuk Indonesia. Telah dieksplorasi peribahasa beberapa Indonesia yang
mewakili kearifan lokal Indonesia. Para penulis mencari persamaan dan perbedaan
antara perspektif Barat dan Indonesia. Dengan kata lain, penulis
mengintegrasikan teori Barat Indonesia- dengan tujuan untuk mengeksplorasi
praktik public relations.
Hasil dan pembahasan
Proses
pengambilan keputusan ini harus menghindari voting dengan melakukan musyawarah
mufakat yang terdiri dari beberapa prinsip, yaitu :
1.
Wani ngalah, luhur wekasane (untuk memberi jalan
kadang-kadang lebih baik untuk kepentingan banyak orang). Model dua arah sama
mengusulkan bahwa PR tidak harus fokus hanya pada pemenuhan tujuannya tetapi
harus memberikan kesempatan untuk mendengar suara-suara orang lain.
2.
Organisasi dalam konteks Indonesia harus siap
menghadapi resiko buruk ketika akar masalah bisa dihilangkan. Oleh karena itu,
sebelum pengambilan keputusan, organisasi harus memberikan informasi rinci
dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif
Strategi komunikasi yang berhubugan dengan masyarkat dari perspektif
Indonesia yang dilakukan dengan menerapkan pepatah dari silih asah, silih asih,
silih asuh. Jadi umumnya strategi menempatkan organisasi sebagai stimulator
harmonis. Kegiatan public relations harus diarahkan untuk membangun
pengetahuan, sikap yang menguntungkan. Asah silih berarti bahwa pihak berbagi
informasi dan mengajarkan pengetahuan. Dari perspektif Barat ini bisa dipandang
sebagai memastikan bahwa masyarakat harus diberitahu, kebalikan dari masyarakat
harus terkutuk (Grunig & Hunt, 1984). Komunikasi egaliter akan merangsang
musyawarah mufakat (tahan dialog untuk mencapai kesepakatan bersama),
kerjasama, dan keadilan. Menurut Indonesia, keadilan berarti ajak mapoloi olona
tauwe (tidak mengambil cara yang benar lain), bila diterapkan hubungan
masyarakat berarti bahwa kegiatan organisasi tidak harus menyebabkan
penderitaan masyarakat untuk mendapatkan keuntungan. Dalam konteks Asia di mana
aspek nonverbal yang penting, prinsip komunikasi egalitarian harus didasarkan
pada Indonesian prinsip unggah-ungguhing boso, kasar alusing rasa (perasaan
hormat satu sama lain).
PR dari suatu organisasi adalah presentasi hidup dari karyawan dalam
kegiatan sehari-hari termasuk cara berpakaian, berperilaku dengan integritas
dan mengadopsi etos kerja. Dengan demikian fungsi penting humas adalah untuk
mempertahankan moralitas yang baik dan sopan santun dalam sebuah organisasi. Sebagai
fasilitator komunikasi, penting bahwa PR dianggap sebagai terlibat dalam
interaksi sehari-hari antara karyawan untuk berbicara dan mendengar keluhan dan
pendapat. Diharapkan kegiatan ini dapat membuka dua arah komunikasi internal
yang mampu memberikan informasi tentang interaksi karyawan dengan publik.
Interaksi karyawan dengan publik didasarkan pada konsep blusukan, yaitu
komunikasi tatap muka langsung dengan masyarakat. Dengan melakukan blusukan,
public relations mampu menghasilkan tular gethok (komunikasi word of mouth)
secara langsung untuk menyebarkan informasi dari manajemen untuk meminimalkan kesalahan
persepsi. Secara internal, public relations baik ditempatkan untuk menghentikan
rumor yang tidak akurat yang menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut dalam
sebuah organisasi.
Perspektif
lokal terhadap dua propopositions dasar public relations
1.
PR sebagai fungsi
manajemen
2.
PR bertanggung jawab untuk mengelola hubungan
antara organisasi dan publik
Hal ini dianggap sebagai paradigma ekologi karena proposisi-proposisi ini
membutuhkan adaptasi, seleksi dan penyesuaian. (Cutlip, Center, & Broom,
2006; Everett, 2009).
Hal ini dikenal sebagai paradigma ekologi karena proposisi-proposisi ini
membutuhkan adaptasi, seleksi, dan penyesuaian (Cutlip, Center, & Broom,
2006; Everett, 2009). Cutlip (1952, dikutip dalam Cutlip et al, 2006;. Everett,
2009; Greenwood, 2010) telah menggunakan konsep ekologi ketika ia didefinisikan
public relations sebagai saling ketergantungan (menyesuaikan & beradaptasi)
antara organisasi dan lingkungannya. Adaptasi dan penyesuaian, umumnya, adalah
pemikiran dasar dari masyarakat Indonesia yang diinternalisasikan sebagai
karakter filosofis masyarakat. Adaptasi dan penyesuaian, umumnya, adalah
pemikiran dasar dari masyarakat Indonesia yang diinternalisasikan sebagai
karakter filosofis masyarakat
Kesimpulan
Telah terbukti bahwa public relations
dalam konteks Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kearifan lokal, Jadi
tidak perlu mengadopsi seluruh prinsip-prinsip Barat ke dalam teori atau
praktek. Oleh karena itu makalah ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
dari Timur, khususnya teori Indonesia humas. Dengan cara ini, budaya dan
tradisi, dan norma-norma moral suatu negara dapat dipertahankan meskipun negara
itu dapat mengalami transformasi cepat menuju perekonomian yang lebih Barat dan
gaya hidup. Dengan membatasi proses hegemoni teori dan praktik Barat, tatanan
global yang lebih beragam dan hormat dimungkinkan.
Daftar
Pustaka
Kriyantono, R.,
Mckenna, B.(2017). “Developing a culturally – relevant public relations theory for Indonesia”. Malaysian
Journal of Communication. 33(1).1-16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar